Rabu, 03 Agustus 2011

Tutorial Tahun 2011.2

Kepada seluruh mahasiswa Universitas Terbuka FKIP Pokjar Gresik PGSD dan PGPAUD, tutorial tahun 2011.2 dimulai tanggal 7 Agustus 2011 di SMPN 3 Gresik. Trims

Kamis, 17 Februari 2011

Syarat-syarat calon peserta Penerima Bantuan Beasiswa PMPTK Melalui LPMP bagi Mahasiswa Universitas Terbuka


 
Dengan Syarat :
1.      Guru yang masih menempuh Pendidikan pada bidang /` Program study yang sesuai
2.      Surat Keterangan aktif menjadi Mahasiswa  dari Perguruan tinggi tempat menempuh pendidikan
3.      Surat Keterangan Masih aktif menjadi Mahasiswa
4.      Surat Keterangan Mengajar (Contoh form terlampir)
5.      FC SK Pertama menjadi guru di Syahkan oleh Ka UPTD dan Ka Dinas Pendidikan
6.      Surat Izin Belajar (Contoh form terlampir)
7.      Surat Pernyataan Tidak Meninggalkan tugas (Contoh form terlampir)
8.      Surat Pernyataan belum memiliki ijasah S-1 (Contoh form terlampir)
9.      Surat Keterangan Sehat dari Dokter
10.  Surat Keterangan tidak memperoleh beasiswa dari instansi lain (Contoh form terlampir)
11.  Tidak sedang menjalani hukuman disiplin / pidana (dibuktikan dengan SKCK Polsek/Polres)
12.  FC Kartu Mahasiswa
13.  FC Hasil Study Akademik / nilai persemester (min IPK 2,0)
14.  Mempunyai Nomor Unik Pendidikan dan Tenaga Kependidikan (NUPTK)
15.  Beasiswa berlaku bagi guru SD Negeri/Swasta, Guru TK/PAUD dalam lingkungan Dinas Pendidikan
-          Masing-masing berkas di set sesuai urutan dibuat rangkap 3 (tiga), serta dimasukkan dalam map Snel hecter plastic warna hijau 
-    Rekap usulan kami terima paling lambat tanggal 1 Maret 2011 dalam bentuk print out 2 (dua) lembar dan Soft Copy (CD)

Selasa, 15 Februari 2011

Menjadi Pribadi Yang Lebih Sukses: Guru Sebagai Manajer & Leader


(Drs. DADANG BUDIAJI MM Fasilitator SDM)
 7 KIAT SUKSES

1.      Orang Sukses Mau Mengambil Risiko
Mereka berupaya untuk:
  1. Mencapai target
  2. Melakukan penghematan
  3. Membangun relasi dengan banyak orang,
  4. Gesit mencoba sesuatu yang baru guna mengikuti perkembangan zaman

2.      Orang Sukses Percaya Diri Dan Merasakan Bahwa Mereka Berbuat Sesuatu
     Untuk Dunia.
  1. Mereka memandang sebuah dunia yang besar dan ingin memainkan peranan penting di dalamnya
  2. Mereka tetap bekerja sesuai keterampilan mereka, sambil tetap menyadari bahwa keterampilan inti memberi nilai kepada keterampilan lainnya
  3. Mereka juga sadar, karya terbaik akan menghasilkan kompensasi bagi mereka

3.      Orang Sukses Menikmati Apa  Yang Sedang Mereka Lakukan
  1. Mereka mampu melihat pekerjaan sebagai kesenangan
  2. Mereka memilih bekerja di mana mereka dapat unggul
  3. Mereka menyukai tantangan
  4. Mereka menikmati pencapaian puncak permainan mereka, apakah di pekerjaan atau diluar pekerjaan mereka

4.      Orang Sukses Adalah Pelajar  Seumur Hidup
  1. Mereka menyadari, pendidikan tak pernah berakhir tapi dimulai di setiap tingkatan kehidupan dan terus berlanjut hingga akhir kehidupan
  2. Pendidikan tidak terbatas di ruang kelas; Artinya mencoba ide baru, membaca buku, surat kabar, majalah, dan menggunakan internet merupakan bentuk pendidikan pula
  3. Karena itu, tetaplah mengalir sesuai perubahan ketertarikan dan kemampuan kita, dan nikmati perubahan. Ini akan membantu kita tumbuh dan merasakan lebih percaya diri

5.      Orang Sukses Berpandangan Positif Terhadap Apa Yang Dapat Mereka Kerjakan, Dan Ini Meluas Pada Hal-hal Lain
  1. Mereka percaya gelas itu setengah penuh dan bukan setengah kosong
  2. Mereka menanamkan semangat pada diri sendiri dan dapat membayangkan diri bagaimana mereka berhasil menyelesaikan suatu tugas sulit atau mencapai penghargaan tertinggi
  3. Mereka berbuat bagaikan pelatih bagi orang lain, dengan menyuguhkan pesan-pesan positif dalam kehidupan sehari-hari
  4. Mereka senang melihat orang lain membuat tonggak sejarah dalam kehidupan mereka

6.      Orang Sukses Punya Banyak Cara Untuk   Memotivasi Diri Sendiri Sehingga Dapat terus  Berkarya Lebih Baik Dari Yang Lain
  1. Ada yang dengan cara melakukan beberapa pekerjaan setiap hari pada bidang berbeda
  2. Seorang pria setengah baya memotivasi dirinya sendiri dengan mencoba mendapatkan lebih banyak uang daripada kakaknya
  3. Seorang wanita berusia 29 tahun menjadi perawat top untuk menunjukkan kepada bekas gurunya bahwa dia memiliki keterampilan dan kecerdasan memadai untuk mencapai profesi itu
7.      Orang Sukses Menyelesaikan Tugas Tidak Dengan Setengah-setengah, Dan Mereka Menggunakan Cara  Kreatif Dalam Meraih Sukses.
  1. Meski mungkin membutuhkan waktu lebih lama, mereka akhirnya melampaui garis finish
  2. Mereka manfaatkan waktu dengan baik dalam mensinergikan kemampuan fisik dan mental untuk mencapai sukses

14 PENYAKIT GURU


KUSTA                                   : Kurang Strategi
KERAM                                 : Kurang Terampil
TBC                                        : Tidak Banyak Cara
KUDIS                                    : Kurang Disiplin
KERAM                                 : Kurang Terampil
LESU                                      : Lemah Sumber
WTS (agak memalukan ini)       : Wawasan Tidak Luas
MUAL                                    : Mutu Amat Lemah
TIFUS                                     : Tidak Funya Selera mengajar
ASAM URAT                        : Asal susun materi, urutan tidak akurat
ASMA                                    : Asal masuk kelas
KUDIS                                    : Kurang Disiplin
KUTIL                                    : Kurang Teliti
KURAP                                  : Kurang Rapih

Selasa, 25 Januari 2011

MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENCERITAKAN TOKOH IDOLA MELALUI MEDIA GAMBAR PADA SISWA KELAS VII SMP PGRI 2 BALONGPANGGANG


BAB I
PENDAHULUAN


1.1  Latar Belakang Masalah
Seorang pendongeng dapat berhasil dengan baik apabila ia dapat menghidupkan suasana dalam cerita, artinya dalam hal ini seorang pencerita harus mampu membangkitkan imajinasi orang lain. Untuk itu penceriat harus mempersiapkan diri dengan cara memahami pendengar, menguasai materi  yang diceritakan, menguasai olah suara, menguasai bermacam-macam karakter, luwes dalam olah tubuh, dan menjaga daya tahan tubuh.
Selain itu terdapat beberapa jurus mendongeng/bercerita yaitu menciptakan suasana akrab, menghidupkan seria dengan memiliki kemampuan teknik membuka cerita, menciptakan suasana dramatik, mengungkapkan alasan yang logis, menutup cerita agar membuat penasaran, kreatif, tanggap dengan situasi kondisi, kosentrasi total, ikhlas.
Untuk mahir bercerita diperlukan persiapan dan latihan. Syarat yang diperlukan diantaranya: penguasaan dan penghayatan cerita, penyelarasan dengan situasi dan kondisi, pemilihan dan penyusunan kalimat, pengekspresian yang alami, keberanian.
Nadeak (1987) mengemukakan ada 18 hal yang berkaitan dengan bercerita yaitu (1) memilih cerita yang tepat (2) mengetahui cerita (3) merasakan cerita (4) menguasai kerangka cerita (5) menyelaraskan cerita (6) memilih pokok cerita (7) menyelaraskan dan menyarikan cerita (8) menyelaraskan dan memperluas (9) menyederhanakan cerita (10) menceritakan secara langsung (11) bercerita dengan tubuh yang alamiah (12) menentukan tujuan (13) mengenali tujuan dan klimaks (14) mengfungsikan kata dan percakapan dalam cerita (15) melukiskan kejadian (16) menetapkan sudut pandang (17) menciptakan suasana dan gerak (18) merangkai adegan.
Disamping hal-hal tersebut di atas ada asumsi sebagian guru yang menganggap tugas menceritakan kembali tokoh idola yang diberikan kepada siswa terlalu memberatkan atau tugas itu terlalu berat untuk siswa, sehingga ia merasa kasihan memberikan beban berat tersebut kepada siswanya. Ia terlalu pesimis dengan kemampuan muridnya. Asumsi tersebut tidak bisa dibenarkan, karena justru dengan seringnya latihan-latihan yang diberikan akan membuat siswa terbiasa dengan hal itu. Kita tahu baha ketermpilan berbahasa akan dapat dicapai dengan baik bila dibiasakan. Kalau guru selalu dihantui oleh perasaan ini dan itu, bagaimana muridnya akan terbiasa menggunakan bahasa dengan sebaik-baiknya?
Pengajaran di sekolah ada banyak metode yang dianggap baik bagi pengembangan kognitif, efektif, dan sikomotorik anak. Hal inilah yang mempengaruhi guru atau pengajar untuk memilih metode atau cara pengajaran yang tepat untuk mengembangkan mata pelajaran yang diajarkannya. Lingkungan belajar mengajar yang sehat serta suasana yang mendukung dapat mempengaruhi kemampuan siswa dan guru dalam belajar mengajar. Khususnya dalam pelajaran bahasa Indonesia yang secara nyata dapat menumbuh kembangkan munculnya perasaan  antara siswa dan guru di dalam kelas. Di dalam KBM (kegiatan belajar mengajar) guru dan siswa harus saling berinteraksi, agar dapat saling mengisi dan melengkapi komponen belajar mengajar.  Selain sebagai motivator, guru juga berperan sebagai penggerak siswa dimana siswa diharapkan dapat lebih maju dengan materi yang sedikit diuraikan oleh guru. Sarana prasarana serta dukungan yang lebih dari guru dapat juga memotivasi siswa agar lebih mengetahui makna suatu hal. 
 Di zaman seperti saat ini kita semakin mudah dan gampang untuk menemukan sebuah alat bantu agar pengajaran di sekolah dapat lancar serta siswa dapat selalu aktif dan tidak jenuh untuk berada di dalam kelas. Oleh  sebab itulah guru harus memerlukan alat bantu  untuk memperlancar dalam pengajaran.  Arsyad (2002: 04) menyatakan bahwa sebuah alat yang membawa pesan atau informasi yang membawa tujuan instruksional atau lainnya dengan maksud membawa pengajaran disebut dengan media pengajaran. Sedangkan Russ Effendi (1991: 281) berpendapat media pembelajaran adalah cara mengajar atau cara penyampaian materi pada siswa untuk setiap pelajaran. Hasibuan dan Mudjiono (1995:3) berpendapat bahwa alat merupakan bagian dari perangkat dan cara dalam pelaksanaan KBM. Selain itu, metode itu dipilih juga agar dapat memunculkan kreativitas anak dalam suatu hal.
Selain sebagai media pembelajaran,  media gambar juga dapat dijadikan sebagai alat untuk memperjelas suatu permasalahan  dalam bidang apapun  sehingga dapat mengurangi terjadinya kesalahpahaman. Gambar yang disajikan dan yang dipilih adalah gambar yang memenuhi kriteria pragmatik, gambar tersebut dipilih dengan tujuan untuk melatih keterampilan bercerita siswa. Media gambar dipilih karena gambar secara tidak langsung akan mempengaruhi keingintahuan siswa tentang suatu hal. Gambar juga dapat dijadikan sebuah alat untuk mengungkapkan sesuatu melalui kegiatan bercerita. Kegiatan bercerita merupakan suatu keterampilan berbahasa yang digunakan untuk berkomunikasi, secara tidak langsung atau  saling bertatap muka (  face to face) melainkan melalui alat atau media yang dinamakan tulisan (Kurniawan dalam Kosim. 2007: 21). Salah satu keterampilan berbahasa yang dapat dihubungkan dengan  media gambar adalah bercerita. Bercerita selain sebagai kegiatan kreativitas juga merupakan kegiatan produktif dan ekspresif. Dalam kegiatan bercerita,  penulis juga harus bisa memanfaatkan bahasa dan kosakata yang diperolehnya. Penulis juga harus memahirkan kegiatan bercerita tersebut dalam latihan – latihan tertentu sehingga dapat benar-benar menguasai  keterampilan bercerita tersebut. Bercerita selain dapat menjadi ajang sebuah kreativitas juga dapat menjadikannya sebagai penyampai gagasan tentang suatu hal. Salah satu cara untuk meningkatkan proses belajar mengajar bercerita teks deskripsi adalah dengan mengubah metode atau pola ajar yang digunakan oleh guru.
Dalam hal ini pola ajar yang dilakukan adalah dengan menggunakan media gambar sebagai media pembelajaran untuk membantu dalam pembelajaran.   Hal ini disesuaikan dengan kondisi anak yang sangat rendah dalam kegiatan bercerita . Sebagai contoh adalah data berikut ini:”Tokoh idola.”
Pembelajaran Bercerita adalah kegiatan yang kurang disukai siswa kelas VII PGRI 2 Balongpanggang Kabupaten Gresik. Oleh karena itu diakhir kegiatan pembelajaran menunjukkan hasil yang kurang memuaskan. Karena kalimat yang disusun siswa dalam pembelajaran bercerita tersebut kurang efektif dan tidak mengindahkan penggunaan EYD dalam kalimat. Permasalahan inilah yang di hadapi oleh siswa kelas VII PGRI 2 Balongpanggang Kabupaten Gresik.  dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia.
Dari hasil observasi saat pembelajaran menulis berlangsung diperoleh data : (1) siswa kelihatan kebingungan apa yang akan diceritakan, (2) kurangnya stimulus dari guru yang dapat merangsang respon dari siswa tentang hal-hal yang akan ditulis. Dari data tersebut dapat ditengarai kegagalan siswa dalam pembelajaran bercerita disebabkan oleh konstruksi pembelajaran yang kurang tepat. Serta kurangnya stimulus dari guru yang dapat memancing ide atau gagasan yang dapat membantu siswa tentang hal-hal yang akan diceritakan.
Berdasarkan pengalaman tersebut, peneliti mengidentifikasi masalah dengan menunjukkan hasil. Banyaknya siswa satu kelas 23 siswa, yang mendapat nilai 7 sebanyak 7 siswa, yang mendapat nilai dibawah 7 sebanyak 16 siswa. Standar Ketuntasan Belajar Minimal siswa kelas VII SMP PGRI 2 Balongpanggang Mata Pelajaran Bahasa Indonesia adalah 70 maka siswa yang tuntas hanya 30,4 % dari jumlah siswa keseluruhan. Sedangkan 69,6 % siswa tidak tuntas atau tidak memenuhi standar. Rekapitulasi nilai yang diperoleh sebelum dilaksanakan Penelitian seperti pada tabel di bawah.




             TABEL 1 SEBELUM DILAKSANAKAN PTK
No
Nama
Hasil Tes Pendahuluan
Nilai
%
1
Abdul Aziz
40
40%
2
Abdul Qodir
30
30%
3
Adi Prasetyo
50
50%
4
Akhmad Anggofar
70
70%
5
Andika Wijiya
70
70%
6
Andhini Faizah
70
70%
7
Bayu Sucahyo
50
50%
8
Budi Setyawan
50
50%
9
Dana Krisdiyanto
50
50%
10
Desi Novita Sari
60
60%
11
Elok Agustin
60
60%
12
Indah Viona
40
40%
13
Jaelan
40
40%
14
Leli Juwita
40
40%
15
Lindah R
50
50%
16
Muhammad Faizal
70
70%
17
Rahmad Adi P.
60
60%
18
Ratu Dewi K.
60
60%
19
Rudi H.
70
70%
20
Sugiono
70
70%
21
Tryo I.
70
70%
22
Zaenal A.
50
50%
23
Mohammad Imam Syafi’i
60
60%

Jumlah
Rata-rata Kelas
Prosentase Tuntas
1280
55,7
30.4 %

Data tersebut menunjukkan bahwa siswa kurang terampil dalam bercerita deskripsi. Setelah ditelaah anak didik harus dibantu dengan menggunakan alat bantu dalam pembelajaran. Sebuah media atau alat bantu dapat dijadikan sebagai alat untuk membantu dan membenahi serta menggali potensi anak tersebut dalam
keterampilan berbahasa. Selain itu, peneliti berpendapat bahwa guru-guru di  PGRI 2 Balongpanggang masih belum ada yang  menggunakan media pembelajaran. Dengan penelitian ini, peneliti mengajukan suatu media pembelajaran yang mempergunakan media yang mudah ditemukan yaitu media gambar. Selain hal diatas ada pula hal lain yang mendorong penelitian ini yakni kemungkinan pada saat di sekolah dasar materi yang diajarkan kurang tentang jenis-jenis paragraf, buku-buku di perpustakaan yang kurang lengkap, kurangnya minat membaca siswa, serta kurangnya minat belajar siswa terhadap bahasa Indonesia terutama keterampilan bercerita.
Untuk mencapai hasil yang dituju maka peneliti menggunakan media gambar sebagai sarana bercerita. Dan berdasarkan paparan tersebut diatas maka peneliti ingin mencoba melakukan penelitian dengan judul “Meningkatkan Kemampuan Menceritakan Tokoh Idola Melalui Media Gambar Pada Siswa Kelas VII SMP PGRI 2 Balongpanggang” .

1.2  Rumusan Masalah
Rumusan masalah  penelitian ini adalah 
1.  Apakah pembelajaran dengan media gambar dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menceritakan kembali tokoh idola pada siswa kelas VII PGRI 2 Balongpanggang ?
2.   Bagaimana aktifitas guru dalam mengelola pembelajaran menceritakan tokoh idola melalui media gambar pada siswa kelas VII PGRI 2 Balongpanggang ?
3.  Bagaimana aktifitas belajar siswa dalam pembelajaran menceritakan tokoh idola melalui media gambar pada siswa kelas VII PGRI 2 Balongpanggang ?
4.  Bagaimana kemampuan menceritakan tokoh idola melalui media gambar pada siswa kelas VII PGRI 2 Balongpanggang ?
5. Bagaimana ketuntasan belajar siswa dalam pembelajaran menceritakan tokoh idola melalui media gambar pada siswa kelas VII PGRI 2 Balongpanggang?

1.3    Cara Pemecahan Masalah
Pemecahan masalah harus didasarkan atas adanya struktur kognitif yang dimiliki siswa. Bila tidak demikian besar kemungkinan siswa tidak dapat menyelesaikan masalah yang disajikan kepadanya. Jadi dalam menyelesaikan masalah siswa dituntut  untuk dapat mengorganisasikan pengalaman-pengalaman tersebut yang relevan dengan masalah yang dihadapi. Dari sini dapat dilukiskan bahwa hal tersebut diatas membutuhkan bimbingan baik lisan maupun tulisan dalam memperlancar berbicara dalam hal bercerita.
Dari permasalahan tersebut di atas, penulis menggunakan pengembangan bercerita tokoh idola melalui media gambar. untuk meningkatkan keterampilan berbicara para siswa. Bercerita merupakan salah satu keterampilan bercerita yang bertujuan untuk memberikan informasi kepada orang lain (Tarigan 1981:35). Dikatakan demikian karena bercerita termasuk dalam situasi informatif yang ingin membuat pengertian-pengertian atau makna-makna yang menjadi jelas.
Setelah keterampilan didapat selanjutnya siswa dituntut mampu bercerita sesuai dengan apa yang telah dipelajari dengan baik, sehingga pada akhirnya, jika siswa bercerita akan dapat diterima dengan baik oleh pendengar dengan gaya bahasa yang baik dan benar serta sopan.
Untuk ketuntasan belajar siswa, penulis menggunakan standar yang sudah ditentukan oleh sekolah yaitu 70. maka dalam pembelajaran apabila siswa mendapatkan nilai kurang dari 70 akan diadakan perbaikan dan apabila lebih dari 70 dianggap sudah tuntas dan diadakan pengayaan.

1.4    Tujuan Penelitian 
Tujuan penelitian ini  adalah  memperoleh data yang obyektif untuk mendeskripsikan :
1. Bahwa model pembelajaran dengan media gambar dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menceritakan kembali tokoh idola pada siswa kelas VII PGRI 2 Balongpanggang.
2.  Aktifitas guru dalam mengelola pembelajaran menceritakan tokoh idola melalui media gambar pada siswa kelas VII PGRI 2 Balongpanggang untuk meningkatkan pembelajaran.
3.  Aktifitas belajar siswa dalam pembelajaran menceritakan tokoh idola melalui media gambar pada siswa kelas VII PGRI 2 Balongpanggang.
4.   Kemampuan menceritakan tokoh idola melalui media gambar pada siswa kelas VII PGRI 2 Balongpanggang.
5.   Ketuntasan belajar siswa dalam pembelajaran menceritakan tokoh idola melalui media gambar pada siswa kelas VII PGRI 2 Balongpanggang.
1.5  Manfaat Penelitian 
Penelitian ini diharapkan mampu memberi sumbangan konseptual dalam pengembangan metode dan  penggunaan media dalam pengajaran. Manfaat
yang dapat diambil dari penelitian ini adalah 
1.  Bagi Siswa :
a.  Siswa dapat mengetahui sejauh mana kemampuan dalam bercerita tokoh idola.
b.    Siswa dapat mengembangkannya dalam  kegiatan dalam KBM.
c.   Dengan media gambar siswa dapat menjadikannya sebagai alat untuk membantu keterampilan bercerita tokoh idola.
d. dapat meningkatkan motivasi belajar dan melatih sikap sosial untuk      saling peduli terhadap keberhasilan siswa lain dalam mencapai tujuan belajar.

2.  Bagi Peneliti :
a.  Sebagai bahan tambahan dalam wawasan media pembelajaran untuk peningkatan kegiatan KBM di dalam kelas.
b. Sebagai sumber informasi bagi guru dalam pengembangan serta peningkatan pembelajaran siswa.
c. Sebagai penambah informasi tentang berbagai macam media pembelajaran yang mudah dan efisien.
3.  Bagi Sekolah :
a.   Sebagai tambahan dalam penyediaan sarana prasarana dalam kegiatan pembelajaran
b.  sebagai penentu kebijakan dalam upaya meningkatkan prestasi belajar siswa khususnya pada mata pelajaran bahasa Indonesia
4.  Bagi Pembaca :
a.  Sebagai rujukan dalam melaksanakan pembelajaran atau pemecahan masalah yang dihadapi pembaca. 
b.  sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan metode pembelajaran yang dapat memberikan manfaat bagi pembaca

















BAB II
LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN


2.1 Uraian Tentang Variabel Yang Terlibat
      Variable menurut pendapat Arief Furcham dalam bukunya penelitian dalam pendidikan (hal 55) menyatakan bahwa : “ Variabel adalah suatu atribut yang dianggap mencerminkan atau mengungkapkan pengertian” . Variabel bebas adalah Variabel yang mempengaruhi atau yang berpengaruh pada variable yang lain. Pada penelitian ini Variabel bebasnya adalah pemberian umpan balik pada pembelajaran matematika. Variabel terikat adalah Variabel yang dipengaruhi oleh Variabel yang lain. Pada penelitian ini Variabel terikatnya adalah prestasi belajar yang dinyatakan oleh hasil tes materi pokok tersebut selesai dilaksanakan. Hasil tes ini sebagai Variabel terikat di pengaruhi oleh Variabel bebasnya yaitu penberian umpan balik pembelajaran matematika. Adapun sifat –sifat Variabel tersebut adalah:
1.            Variabel bebas dalam penelitian ini adalah media gambar tokoh idola.
2.      Variabel terikat dalam penelitian ini adalah Peningkatan kemampuan bercerita.

2.2 Uraian Tentang Kaitan Variabel yang Terlibat
2.2.1  Media Gambar dalam Kompetensi Bercerita
2.2.1.1 Media
Media adalah suatu alat yang merupakan saluran atau channel yang berfungsi untuk menyampaikan suatu pesan (message) atau informasi dari suatu sumber (resource) kepada penerima (reciever). Dalam dunia pengajaran pada umumnya pesan atau informasi tersebut berasal dari sumber informasi yaitu guru. Sedangkan sebagai penerima informasinya adalah siswa. Pesan atau informasi yang dikomunikasikan tersebut berupa sejumlah keterampilan yang perlu dikuasai siswa (Soeparno 1980:1 dalam Nugroho 2003).
Media dalam pengajaran bahasa adalah segala alat yang dapat digunakan oleh para guru dan pelajar untuk mencapai tujuan-tujuan yang sudah ditentukan (Subyakto 1993:206 dalam Nugroho 2003). Menurut Sudjana (2002:1), lingkungan belajar yang diatur oleh guru mencakup tujuan pengajaran, bahan pengajaran, metodologi pengajaran, dan penilaian pengajaran. Unsur-unsur tersebut biasa dikenal dengan komponen-komponen pengajaran. Media pengajaran sebagai alat bantu mengajar termasuk komponen dalam unsur metodologi pengajaran.
Media pengajaran dapat mempertinggi proses belajar siswa dalam pengajaran sekaligus diharapkan dapat mempertinggi juga hasil belajar yang dicapai siswa. Ada dua alasan mengapa media pengajaran dapat mempertinggi proses belajar siswa. Alasan yang pertama berkenaan dengan manfaat media pengajaran dalam proses belajar siswa antara lain: (1) pengajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar; (2) bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih mudahdipahami oleh siswa dan memungkinkan siswa memahami tujuan pengajaran lebih baik; (3) metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru, sehingga siswa tidak bosan dan guru tidak kehabisan tenaga, apalagi bila guru mengajar untuk setiap jam pelajaran; (4) siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar, sebab tidak hanya mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktivitas lain, seperti mengamati, melakukan, mendemonstrasikan, dan lain sebagainya.
Alasan kedua mengapa penggunaan media pengajaran dapat mempertinggi proses dan hasil pengajaran adalah berkenaan dengan taraf berpikir siswa mengikuti tahap perkembangan dimulai dari berpikir kongkret menuju ke berpikir abstrak, dimulai dari berpikir sederhana ke berpikir kompleks (Sudjana 2002:2).
Pembelajaran dengan menggunakan media merupakan sesuatu yang ditekankan oleh kurikulum berbasis kompetensi (KBK) yang mengemukakan tentang pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning). Adapun pengertian dari pembelajaran kontekstual (CTL) adalah konsep belajar dimana guru menghadirkan dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari; sementara siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan dari konteks yang terbatas, sedikit demi sedikit, dan dari proses mengkontruksi sendiri, sebagai bekal untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat (Nurhadi 2004:13)
Dalam penelitian ini , peneliti menggunakan media gambar sebagai media dalam kompetensi bercerita dengan alat peraga karena dengan media gambar siswa dapat menggali ide-idenya untuk membuat cerita bersama kelompoknya yang akan ditampilkan di depan kelas.
2.2.1.2. Media Gambar dalam Kompetensi Bercerita
Gambar merupakan sebuah permainan yang populer di kalangan anak-anak di berbagai belahan dunia. Gambar sebagai salah satu benda mainan yang berbentuk tiruan mahluk yang ada di dunia (biasanya tiruan manusia atau hewan) bisa terbuat dari bahan yang sederhana seperti kardus, kain, tanah liat hingga bahan yang modern buatan pabrik.
Gambar dalam bahasa Perancis dikenal dengan marionette ada dua bentuknya yaitu: (1) tubuh yang dihubungkan dengan lengan, kaki, dan badannya digerakkan dari atas dengan tali-tali atau kawat-kawat halus; (2) gambar yang digerakkan dari bawah oleh seseorang yang tangannya dimasukkan ke bawah pakaian gambar. Gambar yang digerakkan dengan tali-temali disebut marionette, sedangkan gambar yang digerakkan oleh tangan disebut gambar tangan (Sudjana 2002:188)
Dalam kompetensi bercerita dengan alat peraga, peneliti mengganggap bahwa media gambarlah yang paling tepat untuk menjadi alat peraga dalam bercerita. Hal ini dikarenakan media gambar dapat merangsang siswa untuk menuangkan ide-ide cerita mereka sebagai tokoh dalam gambar tersebut.


2.2.2         Pembelajaran Bahasa Indonesia
Fungsi utama bahasa adalah sebagai alat komunikasi, sedangkan hakikat belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi. Oleh karena itu, pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Indonesia, baik secara lisan maupun tertulis. Kemampuan berkomunikasi penting dimiliki siswa, sebab keterampilan yang baik dalam berbahasa dapat membuat komunikasi antarwarga berlangsung dengan tenteram dan damai (Depdiknas 2003:4).
Pembelajaran bahasa Indonesia juga dapat dijadikan sarana pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia. Jalur pendidikan di sekolah merupakan jalur yang sangat efektif dan efisien. Wujud pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia di sekolah adalah pelaksanaan pembelajaran bahasa Indonesia (Syafi'ie 1993:11).
Dalam kurikulum 2006, standar kompetensi mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia mencakup komponen kemampuan berbahasa dan kemampuan bersastra yang meliputi aspek-aspek mendengarkan, bercerita, membaca, dan menulis.

2.2.3  Pembelajaran Keterampilan Bercerita
2.2.3.1. Hakikat Bercerita
Pada hakikatnya keterampilan bercerita adalah keterampilan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan (Tarigan 1981:15). Keterampilan bercerita sangat penting dimiliki seseorang agar tidak terjadi kesalahpahaman antara penutur dan mitra tutur dalam berkomunikasi. Bentuk komunikasi lisan ini paling banyak digunakan orang dalam kehidupan sehari-hari, karena bentuk komunikasi verbal dianggap paling sempurna, efisien dan efektif (Yuniawan 2002:1). Dengan keterampilan berceritalah pertama-tama kita memenuhi kebutuhan untuk berkomunikasi dengan lingkungan tempat kita berada (Syafi’ie 1993:33).
Dengan memperhatikan betapa pentingnya keterampilan bercerita ini, maka setiap orang dituntut untuk dapat bercerita dengan baik dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup. Keterampilan ini tidak diperoleh secara otomatis, melainkan harus belajar dan berlatih (Syafi’ie 1993:33). Salah satu sarana yang dapat digunakan untuk belajar dan melatih keterampilan bercerita siswa adalah melalui pendidikan di sekolah.

2.2.3.2. Tujuan Bercerita
Berkaitan dengan standar kompetensi mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia SMP, pada keterampilan bercerita bertujuan agar siswa mampu mengungkapkan pikiran, pendapat, gagasan, dan perasaan secara lisan (Depdiknas 2004:5).
Sementara itu, tujuan utama dari bercerita adalah berkomunikasi. Agar dapat menyampaikan pikiran secara efektif maka seyogyalah sang pencerita memahami makna segala sesuatu yang ingin dikomunikasikan; dia harus mampu mengevaluasi efek komunikasikanya terhadap (para) pendengarnya; dan dia harus mengetahui prinsip-prinsip yang mendasari segala situasi penceritaan, baik secara umum maupun perorangan (Tarigan 1981:15).21

2.2.3.3 Jenis-jenis Bercerita
Kegiatan bercerita yang bersifat informal banyak dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Kegiatan ini dianggap perlu bagi manusia dan perlu dipelajari. Pada kurikulum pengajaran bahasa di sekolah, yakni penekanan dan penggalakan kegiatan bercerita yang bersifat informal. Kegiatan bercerita informal menurut Logan dalam Tarigan (1997: 48) antara lain tukar pengalaman, percakapan, menyampaikan berita, menyampaikan pengalaman, bertelepon, memberi petunjuk. Disamping kegiatan bercerita informal, kita temui pula kegiatan bercerita yang yang bersifat formal meliputi ceramah, perencanaan dan penilaian, interview, prosedur parlementer, berita. Sejalan dengan pendapat tersebut di atas berdasarkan tujuan penceritaannya, Tarigan (1997: 49)
mengklasifikasikan bercerita menjadi lima jenis yaitu; bercerita menghibur,  bercerita menginformasikan, bercerita menstimulusi, bercerita meyakinkan, bercerita menggerakkan.
Bercerita menghibur biasanya bersuasana santai, rileks, dan kocak. Soal pesan bukanlah tujuan utama. Namun tidak berarti bahwa bercerita menghibur tidak dapat membawakan pesan. Bercerita menginformasikan bersuasana serius, tertib, dan hening. Soal pesan merupakan pusat perhatian, baik pencerita maupun pendengar. Bercerita menstimulusasi juga berusaha serius, kadang-kadang terasa kaku. Pencerita berkedudukan lebih tinggi dari pendengarnya. Status tersebut dapat disebabkan oleh wibawa, pengetahuan, pengalaman, jabatan, atau fungsinya yang memang melebihi pendengarnya. Bercerita meyakinkan adalah pencerita berusaha menggugah sikap pendengarnya dari tidak setuju menjadi setuju, dari tidak simpati menjadi simpati, dari tidak membantu menjadi membantu. Bercerita menggerakkan merupakan kelanjutan pidato membangkitkan semangat, pencerita dalam bercerita menggerakkan haruslah orang yang berwibawa, tokoh idola, atau panutan masyarakat.

2.2.3.4.  Keefektifan Bercerita
Seorang pencerita yang baik harus mampu memberikan kesan bahwa ia menguasai masalah yang dibicarakan. Penguasaan topik yang baik akan menumbuhkan keberanian dan kelancaran. Selain menguasai topik, seorang pencerita harus bercerita (mengucapkan bunyi-bunyi bahasa) dengan jelas dan tepat. Pengucapan bunyi bahasa yang kurang tepat dapat mengalihkan perhatian pendengar. Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan seseorang untuk dapat menjadi pencerita yang baik. Faktor-faktor tersebut adalah faktor kebahasaan dan faktor nonkebahasaan (Arsjad dan Mukti 1988:17).
1.   Faktor Kebahasaan
Faktor kebahasaan meliputi: (a) Ketepatan Ucapan, seorang pencerita harus membiasakan diri mengucapkan bunyi-bunyi bahasa secara tepat.Pengucapan bunyi-bunyi bahasa yang kurang tepat dapat mengalihkan perhatian pendengar. Hal ini akan mengganggu keefektivan bercerita. Pengucapan bunyi-bunyi bahasa yang kurang tepat atau cacat akan menimbulkan kebosanan, kurang menyenangkan, kurang menarik, atau setidaknya dapat mengalihkan perhatian pendengar. Pengucapan bunyi-bunyi bahasa dianggap cacat kalau menyimpang terlalu jauh dari ragam lisan biasa, sehingga terlalu menarik perhatian, mengganggu komunikasi atau pemakainya (pencerita) dianggap aneh; (b) Penempatan Tekanan, Nada, Sendi, dan Durasi yang Sesuai, kesesuaian tekanan, nada, sendi, dan durasi merupakan daya tarik tersendiri dalam bercerita, bahkan kadang-kadang merupakan faktor penentu. Walaupun masalah yang dibicarakan kurang menarik, dengan penempatan tekanan, nada, sendi, dan durasi yang sesuai akan menyebabkan masalahnya menjadi menarik.
Sebaliknya, jika penyampaiannya datar saja, hampir dapat dipastikan akan menimbulkan kejemuan dan keefektifan tentu berkurang. Penempatan tekanan pada kata atau suku kata yang kurang sesuai akan mengakibatkan kejanggalan. Kejanggalan ini akan mengakibatkan perhatian pendengar akan beralih pada cara bercerita pencerita, sehingga pokok penceritaan atau pokok pesan yang disampaikan kurang diperhatikan. Akibatnya, keefektifan komunikasi akan terganggu; (c) Pilihan Kata (Diksi), pilihan kata hendaknya tepat, jelas, dan bervariasi. Jelas maksudnya mudah dimengerti oleh pendengar yang menjadi sasaran. Pendengar akan lebih terangsang dan akan lebih paham kalau kata-kata yang digunakan sudah dikenal pendengar. Dalam setiap penceritaan pemakaian kata-kata populer tentu akan lebih efektif daripada kata-kata yang muluk-muluk dan kata-kata yang berasal dari bahasa asing. Kata-kata yang belum dikenal memang mengakibatkan rasa ingin tahu, namun akan menghambat kelancaran komunikasi. Hendaknya pencerita menyadari siapa pendengarnya, apa pokok penceritaannya, dan menyesuaikan pilihan katanya dengan pokok penceritaan dan pendengarnya. Pendengar akan lebih tertarik dan senang mendengarkan kalau pencerita bercerita dengan jelas dalam bahasa yang dikuasainya; (d) Ketepatan Sasaran Penceritaan, hal ini menyangkut pemakaian kalimat. Pencerita yang menggunakan kalimat efektif akan memudahkan pendengar menangkap penceritaannya.
Seorang pencerita harus mampu menyusun kalimat efektif, kalimat yang mengenai sasaran, sehingga mampu menimbulkan pengaruh, meninggalkan kesan atau menimbulkan akibat. Kalimat yang efektif mempunyai ciri-ciri keutuhan, perpautan, pemusatan, perhatian, dan kehematan. Ciri keutuhan akan terlihat jika setiap kata betul-betul merupakan bagian yang padu dari sebuah kalimat. Keutuhan kalimat akan rusak karena ketiadaan subjek atau adanya kerancuan. Perpautan bertalian dengan hubungan antara unsur-unsur kalimat, misalnya antara kata dengan kata, frase dengan frase dalam sebuah kalimat. Hubungan itu harus logis dan jelas. Pemusatan perhatian pada bagian yang terpenting dalam kalimat dapat dicapai dengan menempatkan bagian tersebut pada awal atau akhir kalimat, sehingga bagian ini mendapat tekanan waktu bercerita. Selain itu, kalimat efektif juga harus hemat dalam pemakaian kata, sehingga tidak ada kata-kata yang mubazir.
2.   Faktor Nonkebahasaan
Faktor Nonkebahasaan meliputi: (a) Sikap yangWajar, Tenang dan Tidak Kaku, penceritaan yang tidak tenang, lesu dan kaku tentulah akan memberikan kesan pertama yang kurang menarik. Dari sikap yang wajar saja sebenarnya pencerita sudah dapat menunjukkan otoritas dan integritas dirinya. Sikap ini sangat banyak ditentukan oleh situasi, tempat dan penguasaan materi. Penguasaan materi yang baik setidaknya akan menghilangkan kegugupan. Namun, sikap ini memerlukan latihan. Kalau sudah terbiasa, lama-kelamaan rasa gugup akan hilang dan akan timbul sikap tenang dan wajar; (b) Pandangan Harus Diarahkan Kepada Lawan Bicara, pandangan pencerita hendaknya diarahkan kepada semua pendengar. Pandangan yang hanya tertuju pada satu arah akan menyebabkan pendengar merasa kurang diperhatikan. Banyak pencerita ketika bercerita tidak memperhatikan pendengar, tetapi melihat ke atas, ke samping atau menunduk. Akibatnya, perhatian pendengar berkurang. Hendaknya diusahakan supaya pendengar merasa terlibat dan diperhatikan; (c) Gerak-gerik dan Mimik yang Tepat, gerak-gerik dan mimik yang tepat dapat pula menunjang keefektivan bercerita. Hal-hal penting selain mendapatkan tekanan, biasanya juga dibantu degan gerak tangan atau mimik. Hal ini dapat menghidupkan komunikasi, artinya tidak kaku. Tetapi, gerak-gerik yang berlebihan akan menggangu keefektivan bercerita. Mungkin perhatian pendengar akan terarah pada gerak-gerik dan mimik yang berlebihan ini, sehingga pesan kurang dipahami; (d) Kenyaringan Suara, tingkat kenyaringan ini tentu disesuaikan dengan situasi, tempat, jumlah pendengar, dan akustik. Yang perlu diperhatikan adalah jangan berteriak. Kita atur kenyaringan suara kita supaya dapat didengar oleh pendengar dengan jelas; (e) Kelancaran, seorang pencerita yang lancar bercerita akan memudahkan pendengar menangkap isi penceritaannya. Seringkali pencerita bercerita terputus-putus, bahkan antara bagian-bagian yang terputus itu diselipkan bunyi-bunyi tertentu yang mengganggu penangkapan pendengar, misalnya menyelipkan bunyi ee, oo, aa, dan sebagainya. Sebaliknya, pencerita yang terlalu cepat bercerita juga akan menyulitkan pendengar menangkap pokok penceritaannya; (f) Penguasaan Topik, penceritaan formal selalu menuntut persiapan. Tujuannya tidak lain supaya topik yang dipilih betul-betul dikuasai. Penguasaan topik yang baik akan menumbuhkan keberanian dan kelancaran. Jadi, penguasaan topik ini sangat penting,bahkan merupakan faktor utama dalam bercerita.

2.2.4   Keterampilan Bercerita
Bercerita merupakan salah satu keterampilan bercerita yang bertujuan untuk memberikan informasi kepada orang lain (Tarigan 1981:35). Dikatakan demikian karena bercerita termasuk dalam situasi informatif yang ingin membuat pengertian-pengertian atau makna-makna yang menjadi jelas.
Menurut Handayu (2001) dalam Mulyantini (2002:35), bercerita adalah salah satu bentuk atau cara yang dilakukan dalam upaya menjalin komunikasi dalam pendidikan anak. Dengan keterampilan bercerita, seseorang dapat menyampaikan berbagai macam cerita, ungkapan berbagai perasaan sesuai dengan apa yang dialami, dirasakan, dilihat, dibaca, dan ungkapan kemauan dan keinginan membagikan pengalaman yang diperoleh. Keterampilan bercerita tidak bisa dipisahkan dengan pembelajaran bercerita, karena bercerita merupakan salah satu teknik dalam pembelajaran bercerita. Sesuai dengan kedudukan dan fungsinya, pada dasarnya tujuan pembelajaran bahasa Indonesia adalah agar siswa mampu menggunakan bahasa Indonesia dalam berbagai peristiwa maupun kebutuhan komunikasi, baik secara lisan maupun tulisan serta mempunyai sikap positif terhadap bahasa Indonesia.
Pembelajaran keterampilan bercerita berkaitan dengan pembinaan kemampuan menggunakan bahasa secara lisan. Keterampilan bercerita adalah salah satu jenis keterampilan yang penting untuk melatih komunikasi. Dengan keterampilan bercerita seseorang dapat menyampaikan : (1) Berbagai macam cerita; (2) pengungkapan berbagai perasaan sesuai dengan apa yang dialami, dirasakan, dilihat, dibaca, dan (3) pengungkapan kemauan dan keinginan membagikan pengalaman yang diperoleh.
Bercerita merupakan salah satu cara untuk mengungkap kemampuan berberbicara siswa yang bersifat pragmatis. Agar dapat bercerita, paling tidak ada dua hal yang dituntut untuk dikuasai siswa, yaitu unsur linguistik (bagaimana cara bercerita, bagaimana memilih bahasa) dan unsur "apa" yang diceritakan. Ketepatan, kelancaran, dan kejelasan cerita akan menunjukkan kemampuan bercerita siswa (Nurgiyantoro 2001:289).
Bentuk-bentuk keterampilan bercerita sama dengan keterampilan berbicara adalah sebagai berikut: bercerita, bertanya jawab, berpidato dalam berbagai kesempatan, berkhotbah, berdiskusi, berdebat, berwawancara, bercakap-cakap, bertegur sapa, berkampanye, meminta, mempromosikan, memperkenalkan membawakan acara, memimpin rapat/pertemuan, memberikan nasihat, memberikan saran, memberikan usul, menyampaikan permintaan maaf, komentar olah raga, meliput berita, melaporkan, memperkenalkan diri, bertanya tentang suatu informasi, menyampaikan ide/gagasan, mengungkapkan perasaan, menyatakan keinginan/kehendak, menerima/menyetujui pendapat orang lain, memberikan kritik, saran, usul, memberikan petunjuk, meminta bantuan, menolak bantuan, menyampaikan pesan, memerintah, merayu, marah, mengucapkan selamat, memberikan pujian, dan bercerita lewat telepon. Proses belajar mengajar merupakan rangkaian kegiatan guru dan siswa. Kegiatan tersebut melibatkan sejumlah komponen antara lain sebagai berikut: (1) Siswa. Merupakan komponen utama karena siswa adalah sebagai subjek. Dalam hal ini guru harus lebih memperhatikan minat siswa, bakat siswa, dan kesulitan-kesulitan yang dihadapi siswa. Mengingat kondisi siswa berbeda-beda, seperti kecerdasannya, latar belakang keluarganya, dan sebagainya. (2) Guru. Guru merupakan komponen penting dalam kegiatan belajar mengajar. Di sini guru mempunyai tugas yang cukup berat. Guru harus mempunyai kualitas yang tinggi. Guru harus dapat menyusun, melaksanakan, dan mengevaluasi program pengajaran. Guru hendaknya mampu berperan sebagai informator, organisator, moderator, fasilitator, dan evaluator. (3) Tujuan. Tujuan adalah sesuatu yang harus diketahui atau yang dapat dilakukan oleh siswa. Tujuan ini dibuat oleh guru sebelum kegiatan belajar mengajar berlangsung. Tentu saja tujuan keterampilan bercerita sama dengan tujuan keterampilan bercerita adalah bersumber dari kurikulum  yang berlaku. Tiap pembelajaran mempunyai tujuan yang berbeda. Kegiatan pembelajaran dikatakan berhasil apabila tujuan yang telah ditetapkan itu dapat tercapai. (4) Bahan atau Materi. Bahan atau materi ini ditetapkan setelah mengetahui tujuan yang akan dicapai. Bahan atau materi harus sesuai dengan taraf perkembangan dan kemampuan siswa. Diupayakan agar materi ini bisa menarik atau merangsang siswa guna mengembangkan kemampuan dan pengetahuannya.
Bagi guru yang kreatif akan mudah untuk mengembangkan materi. Dari segi kebahasaan pembelajaran keterampilan bercerita ini menggunakan bahasa yang komunikatif artinya diketahui oleh orang yang bercerita dan yang diajak bercerita. (5) Teknik. Ketepatan pemilihan teknik yang digunakan oleh guru akan menentukan keberhasilan pengajaran. Guru dapat mengkombinasikan beberapa teknik yang digunakan dalam setiap kegiatan pembelajaran. Keberhasilan dalam kegiatan belajar mengajar sebagian besar ditentukan oleh pemilihan bahan atau teknik yang tepat. Adapun prinsip yang perlu diperhatikan dalam keterampilan bercerita adalah :
1. memberikan latihan bercerita sebanyak-banyaknya, karena untuk menguasai suatu keterampilan perlu latihan praktik yang dilaksanakan secara teratur dan terarah. Jadi, siswa tidak cukup hanya menguasai teori bercerita melainkan mereka harus berlatih menerapkan teori tersebut dalam kondisi sealamiah mungkin;
2. latihan bercerita harus merupakan bagian integral dari program pembelajaran sehari-hari. Karena itu, adanya koordinasi antara guru-guru mata pelajaran lain dengan guru bahasa Indonesia. Dalam hal ini memberikan kesempatan berlatih bercerita dalam suatu komunikasi yang wajar, dan
3. menumbuhkan kepercayaan diri. Salah satu hambatan yang dihadapi siswa, terutama siswa pemula adalah kurangnya rasa percaya diri. Latihan bercerita yang dilaksanakan secara teratur (berlanjut dan berkesinambungan) sangat berguna bagi pembinaan rasa percaya diri pada siswa tersebut.
Hal yang selanjutnya setelah prinsip keterampilan bercerita yang mutlak dimiliki oleh pencerita adalah seorang pencerita harus benar-benar mempersiapkan diri dengan baik sebelum memberanikan diri bercerita di depan kelas. Sedikitnya ada 3 hal penting yang perlu mendapat perhatian, yaitu: (1) orang yang bercerita; (2) keseluruhan cerita, dan (3) pengaturan tempat dan suasana. Berikut akan diuraikan satu persatu ketiga hal penting di atas.
1.  Orang yang bercerita,
Orang yang bercerita adalah orang yang membawakan cerita atau pencerita. Dalam hal ini yang menjadi pencerita adalah siswa yang terbentuk dalam suatu kelompok. Sebagai pencerita haruslah memperhatikan hal-hal sebagai berikut: (1) Penampilan. Meskipun bukan yang utama, penampilan tetap harus dijaga. Pencerita harus tampak rapi, bersih, mengenakan baju yang pantas dan membuatnya merasa nyaman serta mudah bergerak, bersikap wajar dan rileks; (2) Gerakan tubuh. Gerakan tubuh harus dijaga supaya tidak mengalihkan perhatian pendengar dari fokus cerita. Beberapa orang memiliki kecenderungan melakukan gerakan-gerakan yang "mengganggu" tanpa disadarinya, seperti: memasukkan tangan ke dalam saku celana, menggaruk-garuk kepala, pandangan selalu ke atas, dsb. Pencerita sebaiknya memang bergerak selama menyampaikan cerita, asal tidak berlebihan sehingga malah membingungkan pendengar karena harus menoleh dan memutar kepalanya; (3) Ekspresi. Idealnya pandangan mata mengarah pada mata pendengar, asal jangan menatap dengan terlalu tajam atau melihat pada pendengar tertentu saja. Dalam bercerita, gunakanlah ekspresi muka (takut, marah, benci, senang). Ubahlah tekanan suara (berat, ringan), kecepatan suara (cepat, lambat), dan volume suara (keras, kecil), serta bentuk suara (gagap, serak). Perhatikan setiap jeda kalimat; (d) Pilihan kata. Pilihan kata harus tepat, dan di sinilah letak pentingnya persiapan yang matang. Dalam bercerita pilihlah kata-kata dan pakailah bahasa yang sederhana menurut tingkatan pemahaman pendengar dan hindarilah istilah yang sulit.
2.   Keseluruhan cerita
Keseluruhan cerita yang dimaksud adalah bagian-bagian cerita yang hendaklah diperhatikan oleh pencerita sebelum memulai bercerita. Pada bagian ini terdiri dari pendahuluan, perubahan, fokus, dan penutup. Kemudian masing-masing bagian tersebut akan dijelaskan sebagai berikut: (1) Pendahuluan.Bagian ini sangat menentukan keberhasilan seluruh cerita, karena merupakan peristiwa penting untuk mengikat perhatian pendengar. Pendahuluan harus dibuat semenarik mungkin sehingga menimbulkan rasa ingin tahu pendengar; (2) Perubahan. Meskipun telah dipersiapkan dengan matang, tidak menutup kemungkinan akan terjadi perubahan saat menyampaikan cerita, misalnya, ada pendengar yang memotong cerita dengan pertanyaan dan mungkin bercerita sendiri. Di sini pencerita dituntut untuk "menyelamatkan situasi" dengan berbagai cara, termasuk dengan menggunakan situasi yang sedang berkembang sebagai bahan cerita; (3). Fokus. Hindarilah menyisipkan ajaran moral lain di tengah-tengah cerita, selain akan mengaburkan cerita utama, hadirnya "pesan sponsor" tersebut akan membuat cerita utama kehilangan daya tariknya; (4) Penutup. Cerita harus diakhiri dengan situasi yang membuat pendengar menahan napas serta menanti-nantikannya. Begitu sampai pada klimaks, segeralah akhiri, karena bila terlalu panjang lebar, pendengar biasanya akan merasa jenuh dan letih.
3.   Pengaturan tempat dan suasana
Cerita dapat disampaikan dengan duduk mengelilingi meja, di atas lantai/tikar, atau berkerumun di dekat api unggun, yang penting pastikan bahwa pendengar merasa nyaman sebelum cerita dimulai dan bahwa setiap pendengar memiliki pandangan yang jelas (tidak terhalang) pada pencerita yang akan menyampaikan cerita. Pendengar cenderung untuk mendekat pada orang yang bercerita selama cerita berlangsung, khususnya jika ada alat peraga yang menarik, seperti: orang-orangan, gambar maupun wayang. Jadi, buatlah aturan tertentu sebelum cerita disampaikan.

2.3  Uraian tentang materi pelajaran yang diberikan
Bercerita merupakan salah satu keterampilan yang ada dalam Kurikulum Satuan Tingkat Pendidikan (KTSP) SMP. Bercerita merupakan salah satu keterampilan bercerita yang bertujuan untuk memberikan informasi kepada orang lain. Bercerita adalah keterampilan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan, sedangkan keterampilan bercerita adalah salah satu bentuk atau cara yang dilakukan dalam upaya menjalin komunikasi dalam pendidikan anak. Dengan keterampilan bercerita, seseorang dapat menyampaikan berbagai macam cerita, ungkapan berbagai perasaan sesuai dengan apa yang dialami, dirasakan, dilihat, dibaca, dan ungkapan kemauan dan keinginan membagikan pengalaman yang diperoleh.
Agar proses pembelajaran bercerita dapat berjalan dengan baik maka dalam pembelajaran bercerita guru harus menggunakan media penyajian pembelajaran bercerita yang variatif serta sesuai dengan pembelajaran yang dilakukan. Salah satu di antaranya adalah dengan menggunakan media gambar karena dengan media gambar tersebut dapat menarik perhatian dan minat siswa dalam pembelajaran bercerita. Media gambar juga berfungsi untuk membantu siswa memperoleh kemudahan ketika bercerita, karena dengan bantuan gambar sebagai alat peraga akan membangkitkan ide-ide siswa yang tertuang dalam sebuah cerita yang akan mereka ceritakan di depan kelas. Mereka juga tidak akan canggung lagi bercerita menggunakan media gambar karena mereka tidak bercerita langsung menghadapi siswa-siswa yang lain melainkan dengan media gambar mereka merasa menjadi tokoh dalam gambar tersebut.
Hal itu dilakukan agar pembelajaran bercerita tidak monoton dan lebih
bervariasi. Oleh karena itu peneliti menggunakan media gambar dalam pembelajaran bercerita yang akan dilakukan. Dengan demikian terciptalah pembelajaran bercerita yang tidak membosankan bagi siswa.
Pembelajaran keterampilan bercerita melalui media gambar yang dilakukan oleh peneliti diharapkan agar semua masalah pembelajaran bercerita dalam kelas dapat teratasi.
Guru harus bisa menciptakan suasana pembelajaran bercerita yang menarik agar siswa antusias dalam kegiatan pembelajaran itu. Biasanya siswa kurang bisa bercerita dengan baik. Oleh karena itu, guru menyuruh siswa mencatat hal-hal yang akan diceritakan terlebih dahulu ketika pembelajaran bercerita. Agar siswa merasa tertarik maka peneliti memberikan penjelasan tentang manfaat dan tujuan bercerita khususnya bercerita. Selain itu, peneliti menyajikan faktor penentu keberhasilan bercerita dan cara meningkatkan keterampilan bercerita serta pemilihan bahan yang sesuai. Semua hal tersebut diharapkan akan meningkatkan keterampilan bercerita siswa. Skema tentang kerangka berpikir ini akan disajikan sebagai berikut.


2.3.1. Penilaian Kompetensi Bercerita dengan Alat Peraga Gambar
Penilaian keterampilan bercerita dapat dilakukan pada saat kegiatan pembelajaran, yang disebut penilaian proses yaitu penilaian yang dilakukan pada proses kegiatan belajar mengajar berlangsung, sedangkan penilaian hasil yaitu penilaian yang dilaksanakan setelah kegiatan pembelajaran berakhir. Dalam penilaian proses guru mencatat kekurangan dan kemajuan yang telah dicapai siswa. Hasil penilaian ini harus disampaian kepada siswa secara lisan untuk memotivasi siswa dalam bercerita.
Sasaran yang hendak dicapai harus jelas. Informasi yang dicatat dalam penilaian merupakan umpan balik yang tidak ternilai bagi siswa mengingat kemampuan bercerita memerlukan latihan dan bimbingan yang intensif, maka penilaian hendaknya mengukur satu kegiatan saja, tetapi hendaknya berlanjut dan bertujuan meningkatkan keterampilan bercerita pada kegiatan berikutnya.

2.3.2 Indikator Mengevaluasi Kegiatan
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan penilaian tes bercerita berdasarkan indikator pada rencana pembelajaran yang ada, penilaian ini juga masih ada sangkut pautnya pada penilaian yang dikemukakan oleh Arsjad dan Mukti (1988:17), yaitu:
1. faktor kebahasaan, yang mencakup :
ketepatan ucapan, penempatan tekanan dan nada, pilihan kata, pemakaian kalimat,
2. faktor nonkebahasaan, yang mencakup :
sikap yang wajar,pandangan mata, gerak-gerik dan mimik yang tepat, volume suara,kelancaran,dan penguasaan topik.

2.4   Hipotesis Penelitian
Berdasarkan permasalahan dan tujuan penelitian maka hipotesis  penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :
1. Penerapan media gambar dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menceritakan kembali tokoh idola pada siswa kelas VII PGRI 2 Balongpanggang.
2.  Aktifitas guru dalam proses pembelajaran menceritakan kembali tokoh idola melalui media gambar pada siswa kelas VII PGRI 2 Balongpanggang untuk meningkatkan pembelajaran sangat baik.
3.  Aktifitas belajar siswa dalam pembelajaran menceritakan tokoh idola melalui media gambar pada siswa kelas VII PGRI 2 Balongpanggang sangat positif.
4.   Kemampuan menceritakan kembali tokoh idola melalui media gambar pada siswa kelas VII PGRI 2 Balongpanggang meningkat.
5.   Ketuntasan belajar siswa dalam pembelajaran menceritakan kembali tokoh idola melalui media gambar pada siswa kelas VII PGRI 2 Balongpanggang tercapai secara maksimal.